Fenomena Perjanjian Sewa Rahim (Surrogacy Agreement) dan Status Anak yang dilahirkan
Oleh: Fika Aufani Kumala
Analis Perkara Peradilan Pengadilan Agama Jember
Praktik sewa rahim tampak banyak diminati sebagai media untuk menghasilkan keturunan. Metode ini banyak dilirik sebagai peluang bagi pasangan suami istri yang ingin memiliki keturunan namun sang istri tidak menghendaki adanya kehamilan, ia tidak ingin mengalami masa kehamilan, merasakan beratnya proses melahirkan dan menyusui seperti kebanyakan ibu pada umumnya. Pada awalnya praktik ini hadir sebagai alternatif bagi istri yang tidak dapat mengandung/mengalami kelainan pada rahimnya, ia dapat menggunakan metode bayi tabung, sel sperma dan sel telur dipertemukan di dalam sebuah tabung, setelah terjadinya pembuahan, zigot/janin yang berkembang ditanamkan kedalam rahim perempuan lain. Namun dalam perkembangan selanjutnya terjadi pergeseran makna dan substansi, dari yang semula sebagai alternatif kelainan medis (karena cacat bawaan atau karena penyakit) kemudian beralih kepada alasan estetika yakni ingin menjaga bentuk tubuh agar tetap ideal, sedangkan pihak yang di sewa rahimnya menjadikan hal tersebut sebagai ladang bisnis baru dengan menyewakan rahimnya sebagai alat pencari nafkah (terutama bagi masyarakat dengan ekonomi yang rendah).
Artikel Selengkapnya KLIK DISINI