intagram       ffbb       twitter       Youtube 

Header Web 2023

SELAMAT DATANG DI WEBSITE PENGADILAN AGAMA NAMLEA

Website ini adalah wujud komitmen kami dalam rangka menunjang keterbukaan informasi bagi masyarakat luas khususnya bagi para pencari keadilan di wilayah Kabupaten Buru
SELAMAT DATANG DI WEBSITE PENGADILAN AGAMA NAMLEA

ASN BER-AKHLAK

Fondasi Baru Bagi Aparatur Sipil Negara (ASN) di Pengadilan Agama Namlea
ASN BER-AKHLAK

PROGRAM PRIORITAS DITJEN BADILAG MA RI 2024

Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama telah menetapkan program prioritas Tahun 2024 menuju peradilan agama modern berkelas dunia
PROGRAM PRIORITAS DITJEN BADILAG MA RI 2024

APLIKASI SIPP

Aplikasi Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP), merupakan aplikasi administrasi dan penyediaan informasi perkara baik untuk pihak internal pengadilan, maupun pihak eksternal pengadilan. Pengunjung dapat melakukan penelusuran data perkara (jadwal sidang sampai dengan putusan) melalui aplikasi ini
APLIKASI SIPP

SIWAS

Aplikasi yang disediakan oleh Badan Pengawasan Mahkamah Agung RI, untuk melaporkan suatu perbuatan berindikasi pelanggaran yang terjadi di lingkungan Mahkamah Agung Republik Indonesia atau Peradilan di bawahnya
SIWAS

E-COURT

e-Court adalah layanan bagi pengguna terdaftar untuk pendaftaran perkara secara Online. Mendapatkan taksiran panjar biaya perkara, pembayaran secara Online, dan pemanggilan yang dilakukan secara elektronik. e-Filling (Pendaftaran perkara Online di Pengadilan) e-Payment (Pembayaran panjar biaya perkara Online) e-Summons (Pemanggilan pihak secara Online)
E-COURT

TUTORIAL PENYELESAIAN GUGATAN EKONOMI SYARIAH

Video yang berisi tentang cara penyelesaian perkara ekonomi syariah dengan acara yang sederhana
TUTORIAL PENYELESAIAN GUGATAN EKONOMI SYARIAH

Written by Super User on . Hits: 1834

PROSEDUR PENGAJUAN PERKARA TINGKAT PERTAMA


  1. PROSEDUR PENGAJUAN CERAI GUGAT

   Langkah-langkah yang harus dilakukan Penggugat (Istri) atau kuasanya :

1.

a.

Mengajukan gugatan secara tertulis atau lisan kepada pengadilan agama/mahkamah syar’iyah (Pasal 118 HIR, 142 R.Bg jo Pasal 73 UU No. 7 Tahun 1989);

b.

Penggugat dianjurkan untuk meminta petunjuk kepada pengadilan agama/mahkamah syar’iah tentang tata cara membuat surat gugatan (Pasal 118 HIR, 142 R.Bg jo. Pasal 58 UU No. 7 Tahun 1989);

c.

Surat gugatan dapat dirubah sepanjang tidak merubah posita dan petitum. Jika Tergugat telah menjawab surat gugatan ternyata ada perubahan, maka perubahan tersebut harus atas persetujuan Tergugat.

2.

a.

Gugatan tersebut diajukan kepada pengadilan agama/mahkamah syar’iyah :

b.

Bila Penggugat meninggalkan tempat kediaman yang telah disepakati bersama tanpa izin Tergugat, maka gugatan diajukan kepada pengadilan agama/mahkamah syar’iah yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman Tergugat (Pasal 73 ayat (1) UU No. 7 Tahun 1989 jo Pasal 32 ayat (2) UU No. 1 Tahun 1974);

c.

Bila Penggugat bertempat kediaman di luar negeri, maka gugatan diajukan kepada pengadilan agama/mahkamah syar’iyah yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman Tergugat (Pasal 73 ayat (2) UU No.7 Tahun 1989);

d.

Bila Penggugat dan Tergugat bertempat kediaman di luar negeri, maka gugatan diajukan kepada pengadilan agama/mahkamah syar’iah yang daerah hukumnya meliputi tempat perkawinan dilangsungkan atau kepada Pengadilan Agama Jakarta Pusat (Pasal 73 ayat (3) UU No.7 Tahun 1989).

3.

Permohonan tersebut memuat :

a.

Nama, umur, pekerjaan, agama dan tempat kediaman Pemohon dan Termohon;

b.

Posita (fakta kejadian dan fakta hukum);

c.

Petitum (hal-hal yang dituntut berdasarkan posita).

4.

Gugatan soal penguasan anak, nafkah anak, nafkah istri dan harta bersama dapat diajukan bersama-sama dengan gugatan perceraian atau sesudah putusan perceraian memperoleh kekuatan hukum tetap (Pasal 86 ayat (1) UU No. 7 Tahun 1989).

5.

Membayar biaya perkara (Pasal 121 ayat (4) HIR, 145 ayat (4) R.Bg. Jo Pasal 89 UU No. 7 Tahun 1989), bagi yang tidak mampu dapat berperkara secara cuma-cuma (prodeo) (Pasal 237 HIR, 273 R.Bg).

6.

Penggugat dan Tergugat atau kuasanya menghadiri persidangan berdasarkan panggilan pengadilan agama/mahkamah syar’iah (Pasal 121, 124, dan 125 HIR, 145 R.Bg).

      DASAR HUKUM

1.

HIR, Pasal 118, Pasal 121 ayat (4) Pasal182, Pasal 237 Pasal 121,124, dan 125, R.Bg Pasal 142, 273 dan 145;

2.

Undang Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman;

3.

Undang Undang Nomor 5 Tahun 2004 tentang Perubahan Kedua Atas Undang Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung RI;

4.

Undang Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Pertadilan Agama;

5.

Undang Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Undang Undang Nomor 7 Tahun 11989 tentang Peradilan Agama;

6.

Keputusan Ketua Mahkamah Agung RI Nomor : KMA/001/SK/1991 tentang Pola pembinaan dan pengendalian Administrasi perkara;

7.

Keputusan Ketua Mahkamah Agung RI Nomor : KMA/004/SK/1992 tentang Kepaniteraan Pengadilan Agama;

8.

Surat Edaran Mahkamah Agung RI Nomor : 13/Tahun/2010 tentang Pembuatan SOP (Standard Operation Procedure);

9.

Keputusan Ketua Mahkamah Agung RI Nomor : KMA/032/SK/IV/2006 tentang Pemberlakuan Buku II pedoman Pelaksanaan Tugas dan Aministrasi Peradilan;

10.

Surat Keputusan Ketua Mahkamah Agung RI Nomor : 144/2007 tentang Keterbukaan Informasi di Pengadilan;

11.

Keputusan Ketua Mahkamah Agung RI Nomor : 1-144/KMA/SK/I/2011 tentang Pedoman Pelayan Informasi di Pengadilan.

12.

PERMA No. 1 Tahun 2009 tentang Mediasi;

  1. PROSEDUR PENGAJUAN PERKARA CERAI TALAK

          Langkah-langkah yang harus dilakukan Pemohon (Suami) atau Kuasanya:

1.

a.

Mengajukan permohonan secara tertulis atau lisan kepada pengadilan agama/mahkamah syar’iyah (Pasal 118 HIR, 142 R.Bg jo Pasal 66 UU No. 7 Tahun 1989);

 

b.

Pemohon dianjurkan untuk meminta petunjuk kepada pengadilan agama/mahkamah syar’iah tentang tata cara membuat surat permohonan (Pasal 119 HIR, 143 R.Bg jo. Pasal 58 UU No. 7 Tahun 1989);

 

c.

Surat permohonan dapat dirubah sepanjang tidak merubah posita dan petitum. Jika Termohon telah menjawab surat permohonan ternyata ada perubahan, maka perubahan tersebut harus atas persetujuan Termohon.

2.

 

Permohonan tersebut diajukan kepada pengadilan agama/mahkamah syar’iah :

 

a.

Yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman Termohon (Pasal 66 ayat (2) UU No. 7 Tahun 1989);

 

b.

Bila Termohon meninggalkan tempat kediaman yang telah disepakati bersama tanpa izin Pemohon, maka permohonan harus diajukan kepada pengadilan agama/mahkamah syar’iyah yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman Pemohon (Pasal 66 ayat (2) UU No. 7 Tahun 1989);

 

c.

Bila Termohon berkediaman di luar negeri, maka permohonan diajukan kepada pengadilan agama/mahkamah syar’iyah yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman Pemohon (Pasal 66 ayat (3) UU No. 7 Tahun 1989);

 

d.

Bila Pemohon dan Termohon bertempat kediaman di luar negeri, maka permohonan diajukan kepada pengadilan agama/mahkamah syar’iyah yang daerah hukumnya meliputi tempat dilangsungkannya perkawinan atau kepada Pengadilan Agama Jakarta Pusat (Pasal 66 ayat (4) UU No. 7 Tahun 1989)

3.

 

Permohonan tersebut memuat :

 

a.

Nama, umur, pekerjaan, agama dan tempat kediaman Pemohon dan Termohon;

 

b.

Posita (fakta kejadian dan fakta hukum);

 

c.

Petitum (hal-hal yang dituntut berdasarkan posita)

4.

 

Permohonan soal penguasan anak, nafkah anak, nafkah istri dan harta bersama dapat diajukan bersama-sama dengan permohonan cerai talak atau sesudah ikrar talak diucapkan (Pasal 66 ayat (5) UU No. 7 Tahun 1989)

5.

 

Membayar biaya perkara (Pasal 121 ayat (4) HIR, 145 ayat (4) R.Bg. Jo Pasal 89 UU No. 7 Tahun 1989), bagi yang tidak mampu dapat berperkara secara cuma-cuma (prodeo) (Pasal 237 HIR, 273 R.Bg)

           DASAR HUKUM

1.

Undang Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman;

2.

Undang Undang Nomor 5 Tahun 2004 tentang Perubahan Kedua Atas Undang Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung RI;

3.

Undang Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Pertadilan Agama;

4.

Undang Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Undang Undang Nomor 7 Tahun 11989 tentang Peradilan Agama;

5.

Undang Undang Nomor 50 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas Undang Undang Nomor 7 tahun 1989 tentang Peradilan Agama;

6.

Keputusan Ketua Mahkamah Agung RI Nomor : KMA/001/SK/1991 tentang Pola pembinaan dan pengendalian Administrasi perkara;

7.

Keputusan Ketua Mahkamah Agung RI Nomor : KMA/004/SK/1992 tentang Kepaniteraan Pengadilan Agama;

8.

Surat Edaran Mahkamah Agung RI Nomor : 13/Tahun/2010 tentang Pembuatan SOP (Standard Operation Procedure);

9.

Keputusan Ketua Mahkamah Agung RI Nomor : KMA/032/SK/IV/2006 tentang Pemberlakuan Buku II pedoman Pelaksanaan Tugas dan Aministrasi Peradilan;

10.

Surat Keputusan Ketua Mahkamah Agung RI Nomor : 144/2007 tentang Keterbukaan Informasi di Pengadilan;

11.

Keputusan Ketua Mahkamah Agung RI Nomor : 1-144/KMA/SK/I/2011 tentang Pedoman Pelayan Informasi di Pengadilan.

12.

PERMA NO.1 Tahun 2008 tentang Mediasi di Pengadilan Agama

  1. PROSEDUR PENGAJUAN GUGATAN LAIN

          Langkah-langkah yang harus dilakukan Penggugat :

1.

Mengajukan gugatan secara tertulis atau lisan kepada pengadilan agama/mahkamah syar’iyah (Pasal 118 HIR, 142 R.Bg)

2.

Gugatan tersebut diajukan kepada pengadilan agama/mahkamah syar’iyah :

a.

Yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman Tergugat ;

b.

Bila tempat kediaman tergugat tidak diketahui, maka gugatan diajukan kepada pengadilan agama/mahkamah syar’iah yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman Penggugat;

c.

Bila mengenai benda tetap, maka gugatan dapat diajukan kepada pengadilan agama/mahkamah syar’iah yang daerah hukumnya meliputi tempat letak benda tersebut. Bila benda tetap tersebut terletak dalam wilayah beberapa pengadilan agama/mahkamah syar’iah, maka gugatan dapat diajukan kepada salah satu pengadilan agama/mahkamah syar’iah yang dipilih oleh Penggugat (Pasal 118 HIR, 142 R.Bg).

d.

Bila Penggugat dan Tergugat bertempat kediaman di luar negeri, maka gugatan diajukan kepada pengadilan agama/mahkamah syar’iah yang daerah hukumnya meliputi tempat perkawinan dilangsungkan atau kepada Pengadilan Agama Jakarta Pusat (Pasal 73 ayat (3) UU No.7 Tahun 1989).

3.

Membayar biaya perkara (Pasal 121 ayat (4) HIR, 145 ayat (4) R.Bg. jo Pasal 89 UU No. 7 Tahun 1989), bagi yang tidak mampu dapat berperkara secara cuma-cuma (prodeo) (Pasal 237 HIR, 273 R.Bg).

4.

Penggugat dan Tergugat atau kuasanya menghadiri sidang pemeriksaan berdasarkan panggilan pengadilan agama/mahkamah syar’iah (Pasal 121, 124, dan 125 HIR, 145 R.Bg).

Catatan :

  1. Bagi yang tidak mampu dapat diijinkan berperkara secara prodeo (Cuma Cuma). Ketiakmampuan tersebut dibuktikan dengan melampirkan surat keterangan dari Lurah atau Kepala Desa setempat yang dilegalisir oleh camat.
  2. Bagi yang tidak mampu maka panjar biaya perkara ditaksir Rp.0.00 dan ditulis dalam surat kuasa untuk membayar (SKUM). Didasarkan pasal 237-245 HIR.
  3. Dalam tingkat pertama, para pihak yang tidak mampu atau berperkara secara prodeo. Perkara secara prodeo ini di tulis dalam surat gugatan atau permohonan disebutkan alasan penggugat atau pemohon untuk berperkara secara prodeo dan dalam petitumnya.
  4. Petugas Meja Pertama menyerahkan kembali surat gugatan atau permohonan kepada pihak berperkara disertai dengan Surat Kuasa Untuk membayar (SKUM) dalam rangkap 3 (tiga)
  5. Pihak berperkara menyerahkan kepada pemegang kas (KASIR) surat gugatan atau permohonan tersebut dan surat kuasa untuk membayar (SKUM).
  6. Pemegang kas menandatangani Surat Kuasa Untuk Membayar (SKUM) membubuhkan nomor urut perkara dan tanggal penerimaan perkara dalam Surat Kuasa Untuk Membayar (SKUM) dan dalam surat gugatan atau permohonan.
  7. Pemegang kas meyerahkan asli Surat Kuasa Untuk Membayar (SKUM) kepada pihak berperkara sebagai dasar penyetoran panjar biaya perkara ke bank.
  8. Pihak berperkara datang ke loket layanan bank dan mengisi slip penyetoran panjar biaya perkara. Pengisian data dalam slip bank tersebut sesuai dengan Surat Kuasa Untuk Membayar (SKUM). Seperti nomor urut dan besarnya biaya penyetoran. Kemudian pihak berperkara menyerahkan slip bank yang telah diisi dan menyetorkan uang sebesar yang tertera dalam slip bank tersebut.
  9. Setelah pihak berperkara menerima slip bank yang telah divalidasi dari petugas layanan bank. Pihak berperkara menunjukkan slip bank tersebut dan menyerahkan Surat Kuasa Untuk Membayar (SKUM) kepada pemegang kas.
  10. Pemegang kas setelah meneliti slip bank kemudian menyerahkan kembali kepada pihak berperkara. Pemegang kas kemudian memberi tanda lunas dalam Surat Kuasa Untuk Membayar (SKUM) dan menyerahkan kembali kepada fihak berperkara asli dan tindasan pertama Surat Kuasa Untuk Membayar (SKUM) serta surat gugatan atau permohonan yang bersangkutan.
  11. Pihak Berperkara menyerahkan kepada meja kedua surat gugatan atau permohonan sebanyak jumlah tergugat ditambah 2 (dua) rangkap serta tindasan pertama Surat Kuasa Untuk membayar (SKUM)
  12. Petugas Meja Kedua mendaftar/mencatat surat gugatan atau permohonan dalam register bersangkutan serta memberi nomor register pada surat gugatan atau permohonan tersebut yang diambil dari nomor pendaftaran yang diberikan oleh pemegang kas.
  13. Petugas Meja Kedua menyerahkan Kembali 1(Datu) rangkap surat gugatan atau permohonan yang telah diberi nomor register kepada pihak berperkara.

Pendaftaran Selesai

Pihak/pihak – pihak berperkara akan dipanggil oleh jurusita/jurusita pengganti untuk menghadap ke persidangan setelah ditetapkan Susunan Majelis Hakim (PMH) dan hari sidang pemeriksaan perkaranya (PHS).

Hubungi Kami

 Pengadilan Agama Namlea

  Jln. Adam Pattisahusiwa

Telp: 0913-2327225

 WhatsApp: 0813-1708-5780

Kantor: This email address is being protected from spambots. You need JavaScript enabled to view it.

 This email address is being protected from spambots. You need JavaScript enabled to view it.

  Website: www.pa-namlea.go.id

Ikuti Medsos Kami:  Instagram

 Facebook  Twitter  Youtube

Pengadilan Agama Namlea © 2022 💫HR7